Sejak Undang-undang Pemajuan Kebudayaan tahun 2017 disahkan oleh Presiden Joko Widodo, Kemendikbudristek meluncurkan program hibah “Dana Indonesiana” untuk memajukan 10 Objek Pemajuan Kebudayaan yang mencakup adat istiadat, bahasa, manuskrip, olahraga tradisional, pengetahuan tradisional, permainan rakyat, ritus, teknologi tradisional, tradisi lisan, dan seni.
Beragam kegiatan dalam program danaindosiana diwujudkan melalui festival seni, festival budaya, pameran, workshop, riset, dan sebagainya, sepanjang para pengusul mengikuti panduan dan persyaratan yang ditentukan oleh pihak penyelenggara.
Partisipan berasal dari kalangan akademisi, seniman, budayawan, pelajar dan masyarakat umum. Salah satunya, program stimulan kegiatan ekspresi budaya yang dinyatakan melalui kegiatan bertema Festival Budaya Sumbawa (FBS) 2023 yang bertajuk “Menjaga Warisan Budaya untuk Masa Depan yang Lebih Baik”.
FBS memiliki daya tarik tersendiri serta berbeda dari festival budaya-budaya lainnya yang sering diadakan di Sumbawa. Perbedaannya terletak pada tema festival, adanya seorang kurator, dan seminar budaya sebagai media sosialisasi yang mempromosikan konsep festival, bahwa FBS penting untuk diselenggarakan sebagai media ekspresi dan apresiasi warga Sumbawa terhadap seni dan budaya setempat.
Sabtu, 11 November 2023, FBS dibuka dengan kegiatan seminar budaya yang diadakan di ruang Sains Tekno Park UTS. Audiens begitu antusias mengikuti kegiatan itu. Narasumber terdiri dari Mufti Jauhari (pegiat budaya), Arief Rahzen (praktisi budaya), dan saya sendiri, Rivaldi Ihsan, selaku dosen sekaligus kurator festival.
Ketiga narasumber menyajikan materi yang menarik perhatian para peserta seminar sehingga memunculkan beberapa pertanyaan-pertanyaan, salah satunya terkait dengan fenomena generasi masa kini yang sudah tidak berminat di bidang seni dan budaya sebagai identitas lokal Etnis Samawa.
Mufti Jauhari menyoroti tugas dan peran guru dalam mensosialisasikan dan memperkenalkan seni dan budaya di sekolah masing-masing, agar peserta didik memiliki minat dan apresiasi terhadap seni-budaya yang ada di daerahnya. Senada dengan Mufti, Arief Rahzen melihat seniman dan budayawan seharusnya berperan aktif dalam memberi ruang ekspresi seni kepada generasi masa kini.
Selain itu, peran pemerintah daerah juga penting sebagai fasilitator untuk melakukan kolaborasi dengan sanggar maupun komunitas seni yang ada di Sumbawa, sehingga seniman, budayawan, dan perupa memiliki sarana dan prasarana yang mendukung aktivitas berkesenian.
Saya mengatakan bahwa sebenarnya pemuda-pemudi Sumbawa turut aktif, kreatif, dan inovatif dalam memanfaatkan sosial media dalam mempromosikan seni dan budaya Etnis Samawa melalui kanal YouTube, baik berupa foto-foto pertunjukan live, film dokumentar yang bertema adat istiadat, musik, tari, sastra lisan, permainan tradisional, dan kuliner lokal.
Seni Pertunjukan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Etnis Samawa
Usai seminar budaya, selanjutnya pada malam hari pukul 20.00 WITA, pembukaan pertunjukan seni di Taman Mangga pun dimulai oleh seorang pembawa acara, dilanjutkan dengan kata sambutan dari ketua panitia. Peserta terdiri dari 20 kelompok seniman, budayawan, pelajar, sanggar, dan komunitas seni yang berada di Sumbawa.
Ragam pertunjukan seni musik tradisi, kreasi, tari tradisi, tari garapan baru, drama musikal, pembacaan puisi, hingga pantomin digelar di Taman Mangga selama dua hari. Salah satu pertunjukan musik dan tari dari kelompok Sanggar Teras menyajikan karya “Jejak”, sinopsisnya bercerita tentang perempuan yang tangkas, tangguh, gesit, dan lincah tetapi tidak menghilangkan marwahnya sebagai wanita yang cantik, anggun, lemah lembut, dan gemulai. Tarian ini merupakan tarian garapan baru yang berasal dari gerak tari tradisi Sumbawa yang dikreasikan dan dikembangkan.
Jika dilihat dari komposisi pertunjukan musiknya, beberapa alat musik digunakan untuk mengiringi tarian. Alat musik tiup serune, alat musik dawai gambus, dan alat musik perkusi gendang rebana ode, rebana rea, palompong, genang, dan gong. Semua alat musik itu merupakan alat musik tradisi. Secara komposisi, musik dibuka dengan petikan gambus sembari diiringi ketukan notasi not penuh, not setengah, not seperempat, dan not seperdelapan, dengan irama empat perempat.
Konsep interlocking dan ungkapan melodi bercorak lokal Sumbawa menjadi ciri khas dari penyajian musik tarian. Ditambah dengan komposisi musik yang dibagi menjadi tiga bagian yang terdiri dari bagian pembuka, klimaks, dan penutup. Musik pengiring tari itu sungguh menarik, senada dengan gerakan tiga orang penari sambil memegang payung. Tepuk tangan penonton pun bergemuruh usai pertunjukan.
Partisipan yang mengisi pertunjukan seni FBS ialah Sanggar Seni Ontar Telu dengan pertunjukan kolaborasi tari tradisi Bakelong, Ngumang, Bajoge, dan Karaci yang menjadi tarian kreasi masa kini. Sanggar Seni Kemas Kamoyang dari Desa Rhee Loka dengan karya tari Rajang Basa, SMA Negeri 3 Sumbawa dengan Teater Pijar berjudul “Tanjung Menangis”, SMP Negeri 3 Sumbawa dengan teater berjudul “Menunggu Keajaiban Tuhan”, dan SMP Negeri 1 Sumbawa dengan karya Tari Sakeco.
Festival Budaya Sumbawa (FBS) 2023 merupakan ruang ekspresi seniman, budayawan, pelajar, dan rakyat Sumbawa. Di mana fokus perhatian pada ruang-ruang ekspresi seni dan budaya di Sumbawa khususnya Sumbawa Besar masih tergolong minim, sehingga perlu diselenggarakan perhelatan budaya lainnya di tahun-tahun mendatang.
Kreativitas dan semangat berkesenian para seniman, budayawan, dan pelajar pun semakin bertambah melalui ide penciptaan yang diangkat dari kearifan lokal maupun isu terkini yang sedang terjadi di Sumbawa.
Tema FBS kali ini ialah menjaga warisan budaya untuk masa depan yang lebih baik. Gagasan ini merupakan kegelisahan saya sebagai seorang dosen musik dan kurator festival seni yang telah melakukan riset festival di Sumbawa Besar sejak tahun 2021 hingga 2023. Hasil temuan selama mengamati festival budaya ataupun pertunjukan seni di Sumbawa menunjukkan belum adanya kreativitas dari masyarakat maupun pemerintah yang hanya menggelar festival konsep matang, yang mewakili kegiatan, dan belum berkelanjutan.
Penyelenggaraan festival seni yang ada di Sumbawa Besar belum tertata rapi, sifatnya hanya perlombaan, diakhiri dengan pengumuman juara dan penyerahan sertifikat, tropi, sejumlah uang, kemudian selesai. Dari segi kompetisi, kegiatan ini menarik bagi para pelajar dan pelaku seni, sanggar, maupun komunitas untuk unjuk kebolehan di atas panggung.
Namun, di sisi lain, tidak semua seni dapat dikompetisikan, apalagi ketika berbicara seni tradisi yang belum memiliki standar baku dalam kesenian itu sendiri, kecuali melalui kacamata seorang seniman atau budayawan yang memiliki pemahaman tentang pengetahuan lokal dan kebudayaan setempat, baik dari segi historis, falsafah, dan teknis permainan yang telah diakui oleh masyarakat.
Selain itu, kesalahan teknis selama pertunjukan seni juga masih sering dijumpai. Pada tataran teknis, mikrofon yang tidak dilengkapi stand mic saat pemusik memainkan rebana ode tentu tidak elok dipandang, sehingga kru panggung pun memegang mikrofon selama pertunjukan musik berlangsung.
FBS hadir menjadi solusi atas permasalahan festival seni budaya yang ada di Sumbawa Besar, baik teoritis maupun praktis. Konsep festival diawali dengan riset lapangan, penulisan proposal festival yang menarik agar sponsor tertarik memberi dukungan, tata kelola organisasi yang solid, serta pengetahuan dan tata cara pelaksanaan kegiatan festival.
Secara keseluruhan, FBS dibagi menjadi tiga bagian, yakni persiapan, pertunjukan, dan evaluasi. Tujuan FBS untuk meningkatkan apresiasi dan kecintaan masyarakat terhadap budaya Sumbawa serta menjadi ajang promosi pariwisata dan budaya bagi daerah Sumbawa.
Selain itu, manfaat FBS ialah meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya melestarikan warisan budaya tak benda serta meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap seni dan budaya lokal Sumbawa.
FBS diharapkan dapat meningkatkan keberagaman budaya serta menekan konflik antar etnis di Sumbawa, meningkatkan perekonomian masyarakat lokal melalui penjualan kerajinan tangan dan kuliner khas yang menjadi ajang untuk memperkuat identitas budaya masyarakat Sumbawa.
FBS 2023 juga diharapkan dapat memberi stimulan kepada pemerintah daerah, pemerintah provinsi, dan tingkat nasional untuk dapat memfasilitasi ruang-ruang publik dan mengakomodir ekspresi budaya yang ada di Pulau Sumbawa. Gagasan Festival Budaya Sumbawa merupakan hasil pengamatan terhadap kegelisahan masyarakat Sumbawa, serta kurangnya minat dan pengetahuan generasi muda akan seni tradisi Sumbawa.
Penyunting: Nadya Gadzali